Perut Biasa Dimanja = Penderitaan


Percaya atau tidak (yang percaya gak usah lanjut baca…hehehe)

Bahwa perut yang biasa dimanja akan cenderung melemah dan tidak imun lagi terhadap benda-benda asing. Saya bicara bukan soal ukuran atau diameter, tapi soal isi didalamnya, berupa makanan dan minuman. Kasus ini saya alami sejak seminggu yang lalu.

Ceritanya, saya dapat kesempatan pulang ke Indonesia menemani kolega untuk mengadakan pertemuan dengan beberapa pihak di Jakarta dan Surabaya selama 10 hari. Kapasitas saya disini bukan sebagai pihak yang akan berunding, bukan juga sebagai penerjemah, tapi sebagai penengah bilamana ada salah pengertian antara kedua pihak yang sedang berunding. Yang saya pahami adalah, si kolega saya orang Jepang ini punya kebiasaan manggut-manggut walau kurang mengerti alur pembicaraan dan saya yakin juga dari pihak yang ada di Indonesia kurang sreg jika harus menjelaskan ulang atau bertanya “Apakah anda mengerti penjelasan saya?”. Fungsi saya adalah re-phrasing , bahasa kasarnya = menyederhanakan maksud pembicaraan dengan kalimat yang lebih mudah dimengerti.

Kembali ke masalah awal, tentu saja kesempatan kembali ke Indonesia ini bakalan mubazir jika dilewatkan tanpa mencicipi makanan khas ibu pertiwi, paling tidak bumbu dan rasa masakannya. Saya justru menghindari masakan di hotel, selain karena faktor harga, juga karena makanan di hotel biasanya sudah dikemas lebih ke barat-baratan dibandingkan dengan masakan aslinya. Akhirnya saya pun melanglang buana setiap malam selama di Jakarta dan Surabaya mencari kios-kios makanan lokal yang menarik selera. Mulai dari Gado-gado, Ketoprak, Siomay, Bakso Urat, Mie ayam “Tek-Tek”, CapCay, FuyungHay, Sop Kepala Ikan, Sop Konro, dll. Pokoknya ketemu rumah makan tradisional khas saung-saung gitu, tanpa ba-bi-bu langsung masuk. Kadang mengajak kolega, kadang sendirian atau bersama teman yang kebetulan ada di kota itu.

Picture1

Makanan terakhir yang saya cicipi sebelum perut ini rasanya aneh adalah Buah Durian…Ini buah mungkin gak banyak yang suka tapi bagi saya, 1 bongkol rasanya kurang cukup dimakan sendirian. Dan saya punya kebiasaan mencuci tangan di kulit dalam buah durian itu dan meminum air cuciannya (Ini sudah wasiat turun temurun, entah apa maksudnya). Hasilnya sudah bisa ditebak sesuai kalimat di paragraf awal. Perut saya mulas,melilit, kemudian demam, masuk angin. Pokoknya rasanya mirip-mirip seperti melahirkan (Kata Ibu saya, saya sih gak bakalan pernah merasakan melahirkan).

Bagi saya, hal ini adalah sesuatu yang sangat ganjil dan aneh. Saya ingat betul bahwa saya adalah orang yang kuat makan pedas, kuat makan asam, dan gak gampang kena penyakit macam ini. Hipotesa saya adalah ini karena kecapean atau masuk angin saja jadi kondisi agak drop. Tapi setelah ke dokter dengan sangat terpaksa (setelah 2 hari menahan sakit), Si Ibu Dokter (yang masih muda, cakep, kayaknya single) menganjurkan saya untuk tidak makan yang asam atau pedas karena perut saya tergolong lemah bila memakan makanan yang kurang higienis. Aneh…aneh sekali. Apakah karena sudah dimanja dengan makanan yang higienis (mungkin lebih higienis) ala Negeri matahari terbit, saya tidak bisa makan makanan asli Ibu pertiwi saya?? Sungguh aneh.

Mungkin saya salah tapi saya pribadi berpendapat bahwa ini bukan masalah higienis atau bukan, terlalu asam dan pedas atau tidak. Ini masalah perut yang terlalu dimanja jadinya malah lemah dan ini adalah sebuah penderitaan. Bagaimana tidak. Makanan terenak di dunia yang ada di depan mata tidak bisa dimakan itu adalah penderitaan sebagaimana halnya saya lupa bertanya nama si Ibu Dokter dan nomor telepon kalau ada..hehehehe….Whatever lah, yang penting cepat sembuh saja supaya bisa beraktifitas dengan normal.

Pesan saya buat yang masih belum percaya : Buktikan sendiri….!!! Gak ada noda gak belajar.

//PH

1 thought on “Perut Biasa Dimanja = Penderitaan

Leave a comment